Nama Sun Go Kong bagi masyarakat kita sudah tidak asing lagi. Sebuah
stasiun televisi swasta pernah menayangkan film serial “Kera Sakti” ini
sampai berulang-ulang. Sun Go Kong dikenal karena kesaktiannya melawan
segala jenis siluman. Selain dia, tokoh sentral lainnya dalam film ini
adalah biksu Tong yang selalu mengendalikannya selama perjalanannya ke
Barat mencari kitab suci.
Pertanyaannya, apakah tokoh Hsuan-tsang yang dalam cerita serial “Kera
Sakti” terkenal sebagai biksu Tong itu benar-benar pernah hidup di
Tiongkok? Dari beberapa literatur yang ada menunjukkan bahwa tokoh
Hsuan-tsang ini adalah seorang biksu yang ditasbihkan pada umur 13 tahun
dan hidup di Tiongkok sekitar tahun 602-664, dikenal juga dengan nama
aslinya Chen-I, mendapatkan gelar San-Tsang atau Mu-Ch’a-T’i-P’o
(Moksadeva) atau Yuan-tsang (di Jepang dikenal dengan nama Genjo).
Beliau tercatat sebagai biksu dan penziarah dari Tiongkok yang terbesar
sepanjang sejarah dan hidup pada masa Dinasti Tang (618-907), yang
menunggang kuda melakukan perjalanan ke India melewati Himalaya selama 4
tahun perjalanan (dalam usia 23 tahun).
Beliau sempat tinggal selama 10 tahun di India untuk mempelajari dan
menerjemahkan berbagai kitab Sansekerta Tripitaka ke dalam bahasa China,
dan kembali ke Tiongkok pada tahun 645 dengan membawa pulang 658 teks
agama Buddha dan berbagai sutra Mahayana. Karya terjemahannya dan juga
tulisan perjalanannya ke Asia Tengah dan India yang penuh dengan data
yang akurat merupakan suatu fakta sejarah tak ternilai bagi para
sejarawan dan arkeologis saat ini. Nama beliau dapat disejajarkan dengan
para sesepuh Mahayana (Tripitaka Master) seperti Mahadeva, Asvaghosa,
Nagarjuna, Atisa, Vasubandhu, Bodhidharma, Shanti-Deva, Asanga,
Arya-Deva, Tao-An, Kumarajiva, Kobo-Daishi termasuk Buddhaghosa
(Theravada).
Mengembara ke India Terlahir dalam keluarga cendekiawan turun-temurun
yang menganut paham Confucianis di mana atas pengaruh kakaknya yang
menyenangi agama Buddha, akhirnya mereka berdua melakukan perjalanan ke
Ch’ang-an dan kemudian ke Ssu-ch’uan (sekarang Szechwan) guna
menghindari konflik politik yang terjadi. Semasa berada di Ssu-ch’uan,
Hsuan-tsang mulai mempelajari filosofi Buddhis tetapi menemukan banyak
sekali perbedaan dan kontradiksi dari berbagai kitab yang dibacanya.
Karena tidak menemukan jawaban yang memuaskan dari gurunya, akhirnya
beliau memutuskan untuk pergi ke India.
Hsuan-tsang muda melakukan perjalanan ke utara di Padang Pasir Takla
Mak’an melewati sumber mata air Turfan, Karashar, Kucha, Tashkent dan
Samarkand untuk kemudian memasuki Gerbang Besi Bactria, melewati
pegunungan Hindu Kush sampai ke Kapisha, Gandhara, dan Kashmir di
sebelah Tenggara India. Dari sana beliau menaiki perahu menjelajahi
sepanjang Sungai Gangga sampai ke Mathura, dan mencapai tanah suci agama
Buddha di bagian timur Sungai Gangga pada 633. Hsuan-tsang mulai
mengunjungi berbagai tempat keramat yang berkaitan dengan kehidupan sang
Buddha di sepanjang sungai Timur sampai Barat.
Kemudian sebagian besar waktunya dihabiskan di Nalanda (pimpinan
universitas saat itu adalah Silabhadra yang bergelar ‘Mustika
Kebenaran’) yang merupakan satu-satunya pusat pengkajian Buddha yang
terbesar saat itu (Nagarjuna juga mulai mempelajari Buddha dari sana).
Hsuan-tsang muda mempelajari bahasa Sansekerta, filsafat Buddhis dan
filsafat India. Sewaktu berada di India, Hsuan-tsang terkenal akan
kecendekiawanannya, sehingga raja yang berkuasa di India bagian utara,
Raja Harsa menemui secara pribadi untuk memberikan penghargaan
kepadanya. Akhirnya dengan bantuan dari Raja Harsa, beliau dapat
menyelesaikan tugasnya dan kembali ke Tiongkok (tahun 643) dengan
fasilitas yang disediakan oleh Raja berupa 20 ekor kuda yang membawa 527
peti naskah.
Kembali ke Tiongkok Hsuan-tsang kembali ke Ch’ang-an (ibu kota negara
T’ang) pada 645 setelah meninggalkan negaranya selama 16 tahun. Beliau
disambut dengan meriah di ibu kota dan beberapa hari kemudian di depan
khalayak ramai, Raja menawarkan posisi menteri di pemerintahan dengan
pertimbangan bahwa Hsuan-tsang mempunyai pengalaman luas di berbagai
negara asing. Namun terdorong oleh niatnya yang besar untuk mengabdi
dalam Buddha, beliau menolak secara halus penawaran Raja tsb.
Hsuan-tsang menghabiskan sisa waktunya dengan menerjemahkan sekitar 657
naskah yang dikemas dalam 520 peti (literatur lain menuturkan 527 peti)
yang dibawanya kembali dari India.
Beliau menyelesaikan 73 naskah (literatur lain menyebutkan 75 naskah)
yang terbagi atas 1,330 bagian, di mana sebagian besar merupakan rujukan
utama dalam Tripitaka Mahayana seperti Prajnaparamita Hrdaya Sutra,
naskah Yogacara, Madhyamaka dan naskah Vasubandhu yakni Trimsika atau
dikenal juga dengan nama Vijnaptimatrasiddhi. Selain itu terdapat juga
naskah dari sejumlah sekte lainnya seperti dari Hinayana, Theravada,
Vinaya, Mahasanghika dan Risalah, termasuk naskah pengetahuan umum dan
naskah tata bahasa.
Pokok-pokok Pikirannya Karya Hsuan-tsang lebih berdasarkan filsafat
ajaran Yogacara (Vijnanavada/Wei-shih cung) yang dikembangkan oleh
Asanga dan Vasabhandhu, di mana bersama dengan muridnya K’uei-chi
(632-682) mendirikan sekte Wei-shih (Hanya Kesadaran/Vijnana) yang
tertuang dalam karya Hsuan-tsang , Ch’eng-wei-shih-lun (Treatise on the
Establishment of the Doctrine of Consciousness Only) yang menjelaskan
bagaimana bisa terdapat
suatu dunia emperikal yang umum untuk setiap individu yang memiliki
badan dan penyerapan yang berbeda dapat merupakan pembentuk pikiran
bersama terhadap suatu tujuan tertentu. Menurut Hsuan-tsang, benih karma
universal yang tersimpan dalam gudang kesadaran (alayavijnana)
merupakan pembentuk umum dan benih karma tertentu sebagai pembentuk
pembeda masing-masing individu.
Pokok utama ajaran ini mengatakan bahwa seluruh dunia ini terbentuk
karena pikiran. Bentuk-bentuk tampak luar adalah tidak nyata (maya),
tidak ada yang nyata diluar pikiran. Pendapat umum tentang adanya bentuk
luar hanyalah disebabkan konsepsi yang salah dimana dapat dihilangkan
dengan proses meditasi yang menarik kembali semua bentuk luar yang
bersifat maya tersebut (semacam vipassana bhavana). Benih karma
merupakan pembentuk pancaskandha yang terkumpul dalam gudang kesadaran
dimana membentuk pikiran atas keberadaan dunia luar berdasarkan persepsi
dan cita. Gudang kesadaran inilah yang harus disucikan dari dualitas
subyek-obyek dan keberadaan yang maya dengan menempatkannya pada alam
kemurnian yang dapat disamakan dengan kenyataan atau kesamaan yang
menunjukkan sifat dasar dari semua benda sesuai apa yang telah
ditentukan (tathata). Alam kesadaran inilah yang dicapai oleh para
Bodhisattva sebagaimana tercermin dari konsep Trikaya.
Perkembangan Ajaran Pokok pikiran ajaran tersebut sempat populer pada
masa kehidupan Hsuan-tsang dan K’uei-chi , tetapi karena filsafat dan
terminologi ajaran tersebut yang kurang dimengerti dan sulit dicerna
secara umum, demikian juga bentuk pemahaman yang berkaitan dengan
analisa pikiran dan perasaan merupakan suatu hal yang asing bagi tradisi
di Tiongkok saat itu, maka dengan meninggalnya Hsuan-tsang dan
K’uei-chi, sekte ini pun akhirnya mengalami kemerosotan. Pada saat
meninggalnya Hsuan-tsang, Raja T’ang mengumumkan hari berkabung nasional
selama tiga hari guna menghormati segala pengorbanan yang telah
dilakukan oleh Hsuan-tsang yang ditunjukkan oleh pengabdiannya yang
tanpa pamrih dalam mengembangkan Buddhisme di Tiongkok.
Tercatat dalam beberapa literatur bahwa pada masa kehidupan Hsuan-tsang,
terdapat seorang biksu Jepang yang bernama Dosho sempat singgah ke
Tiongkok pada tahun 653 dan belajar di bawah bimbingan Hsuan-tsang, di
mana sesudah menyelesaikan pelajarannya, biksu Dosho kembali ke Jepang
untuk mengenalkan doktrin tersebut, dan kemudian menjadi terkenal akan
Vihara Gongo. Selama abad ke-7 dan ke-8, sekte ini dikenal dengan nama
Hosso (Fa-hsiang) dan merupakan sekte yang paling mempengaruhi semua
sekte Buddhis yang ada di Jepang sampai saat ini. Biksu Dosho merupakan
biksu pertama di Jepang yang jasadnya dikremasikan secara Buddhis.
Selain di Jepang, ajaran Hsuan-tsang juga menyebar ke Korea.
Selain melakukan penerjemahan naskah-naskah, Hsuan-tsang juga menulis
cerita perjalanannya ke Barat (India) yang diberi judul Ta-T’ang
Hsi-yu-chi (Catatan Perjalanan ke Barat semasa Dinasti T’ang Agung),
merupakan suatu catatan dari berbagai negara yang dilewatinya sewaktu
melakukan perjalanan ke Barat mengambil kitab suci.
sumber
Social Links: